Profil Desa Wonosigro

Ketahui informasi secara rinci Desa Wonosigro mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Wonosigro

Tentang Kami

Profil Desa Wonosigro, Gombong, Kebumen. Menjelajahi kehidupan di perbukitan, pusat pertanian lahan kering (palawija), dan kearifan dalam mengelola hutan jati rakyat sebagai investasi hijau untuk masa depan Gombong.

  • Karakteristik Geografis Perbukitan

    Merupakan desa yang terletak di kawasan perbukitan Gombong utara, dengan topografi yang membentuk corak ekonomi, sosial, dan budaya yang khas dan berbeda dari desa-desa di dataran rendah.

  • Pusat Pertanian Lahan Kering dan Kehutanan Rakyat

    Perekonomiannya bertumpu pada budidaya tanaman palawija (singkong, jagung) dan pengelolaan hutan rakyat (terutama kayu jati) sebagai investasi jangka panjang.

  • Komunitas yang Resilien dan Mandiri

    Masyarakatnya memiliki karakter yang tangguh, mandiri, dan bergotong royong dalam menghadapi tantangan hidup di lingkungan perbukitan, seperti pengelolaan air dan infrastruktur.

XM Broker

Desa Wonosigro, yang terhampar di kawasan perbukitan utara Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen, menyajikan sebuah potret perdesaan yang unik dan penuh kearifan. Sesuai dengan namanya yang berakar dari kata "Wono" (hutan), desa ini memiliki ikatan sejarah dan budaya yang kuat dengan lanskap hutan dan perbukitan. Berbeda dengan desa-desa tetangganya di dataran rendah yang menjadi lumbung padi, Wonosigro adalah lumbung palawija yang tangguh dan penjaga investasi hijau melalui tradisi pengelolaan hutan rakyat yang telah berjalan turun-temurun.

Geografi Perbukitan di Gerbang Utara Gombong

Secara geografis, Desa Wonosigro menandai transisi topografi di Kecamatan Gombong, dari dataran aluvial yang subur di selatan menuju kawasan perbukitan yang menjadi gerbang utara. Kontur tanah yang bergelombang dan miring membentuk karakteristik lanskap yang khas, didominasi oleh tegalan, perkebunan dan hutan-hutan jati yang dikelola oleh masyarakat. Posisi geografis ini mendikte corak pertanian dan pola pemukiman warganya.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kebumen, Desa Wonosigro memiliki luas wilayah sekitar 2,15 kilometer persegi. Desa ini dihuni oleh 2.850 jiwa penduduk. Hal ini menghasilkan tingkat kepadatan penduduk yang relatif rendah, yakni sekitar 1.325 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan yang lebih renggang ini merupakan ciri khas kawasan perbukitan, di mana lahan lebih banyak dialokasikan untuk kegiatan pertanian lahan kering dan kehutanan ketimbang pemukiman padat.

Pertanian Lahan Kering: Lumbung Palawija yang Tangguh

Tulang punggung ekonomi harian masyarakat Desa Wonosigro ialah pertanian lahan kering. Di sini, komoditas utamanya bukanlah padi sawah, melainkan tanaman-tanaman palawija yang mampu beradaptasi dengan baik di lahan miring dengan ketersediaan air yang tidak melimpah. Singkong (ubi kayu) dan jagung menjadi dua komoditas andalan yang dibudidayakan secara luas. Tanaman-tanaman ini tidak hanya menjadi sumber pangan pokok bagi warga, tetapi juga diolah lebih lanjut untuk meningkatkan nilai ekonominya.Geliat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di desa ini sangat erat kaitannya dengan hasil panen palawija. Banyak warga, khususnya ibu-ibu, yang mengolah singkong menjadi berbagai produk makanan ringan seperti keripik, opak, hingga tepung mocaf (modified cassava flour) yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Kreativitas dalam mengolah hasil bumi ini menjadi bukti ketangguhan dan kemandirian ekonomi masyarakat Wonosigro.

Hutan Rakyat: Investasi Hijau untuk Masa Depan

Keistimewaan Desa Wonosigro yang paling menonjol ialah tradisi mengelola hutan rakyat. Sejak puluhan tahun lalu, masyarakat desa telah memiliki kesadaran untuk menanami lahan-lahan mereka yang tidak produktif untuk tanaman pangan dengan pohon-pohon kayu keras bernilai ekonomi tinggi, terutama kayu jati dan mahoni. Bagi mereka, menanam pohon bukan sekadar aktivitas agronomis, melainkan sebuah investasi jangka panjang untuk masa depan anak cucu.Hutan-hutan rakyat ini berfungsi ganda. Secara ekonomi, pohon-pohon ini menjadi "tabungan" yang dapat dipanen puluhan tahun kemudian untuk membiayai kebutuhan besar seperti pendidikan tinggi anak, membangun rumah, atau modal usaha. Secara ekologis, keberadaan hutan rakyat ini sangat vital untuk menjaga kelestarian lingkungan di kawasan perbukitan. Akar-akar pohon berfungsi menahan tanah untuk mencegah erosi dan tanah longsor, serta membantu menjaga ketersediaan sumber-sumber mata air.

Kehidupan Sosial Komunitas "Wong Gunung"

Masyarakat Desa Wonosigro, yang sering disebut sebagai "wong gunung" (orang gunung), memiliki karakter sosial yang terbentuk oleh lingkungannya. Mereka dikenal sebagai pribadi yang ulet, pekerja keras, dan memiliki semangat gotong royong yang tinggi. Hidup di kawasan yang lebih menantang secara geografis menumbuhkan rasa saling ketergantungan dan solidaritas yang kuat. Gotong royong menjadi kunci dalam mengatasi berbagai persoalan bersama, mulai dari memperbaiki jalan desa yang rusak hingga membangun fasilitas umum.

Tantangan Pembangunan di Kawasan Perbukitan

Meskipun kaya akan potensi, Desa Wonosigro juga menghadapi sejumlah tantangan yang khas bagi wilayah perbukitan. Akses terhadap infrastruktur dasar seperti jalan yang berkualitas dan jaringan telekomunikasi terkadang masih menjadi kendala. Ketersediaan air bersih, terutama di puncak musim kemarau, seringkali menjadi persoalan serius yang memerlukan solusi teknis seperti pembangunan sumur bor komunal atau sistem panen air hujan. Selain itu, risiko bencana alam seperti tanah longsor saat musim hujan juga menuntut kewaspadaan dan upaya mitigasi yang berkelanjutan dari warga dan pemerintah.

Visi Masa Depan: Agroforestri Berkelanjutan dan Desa Ekowisata Rintisan

Visi pembangunan Desa Wonosigro ke depan diarahkan pada optimalisasi potensi uniknya secara berkelanjutan. Pengembangan model agroforestri, yaitu sistem tumpang sari antara tanaman kayu dengan tanaman pangan atau empon-empon, dapat meningkatkan produktivitas lahan tanpa merusak lingkungan. Peningkatan kapasitas UMKM pengolahan hasil palawija melalui branding dan pemasaran digital juga menjadi prioritas untuk meningkatkan pendapatan warga.Selain itu, keindahan alam perbukitan, hijaunya hutan jati, dan kearifan lokal dalam mengelola lingkungan membuka potensi rintisan bagi pengembangan ekowisata atau wisata edukasi. Pengunjung dapat diajak untuk belajar tentang sistem hutan rakyat, pertanian lahan kering, dan menikmati suasana perdesaan yang otentik dan asri.Penutup Desa Wonosigro, Kecamatan Gombong, adalah sebuah simfoni kehidupan di perbukitan. Desa ini mengajarkan bahwa kemakmuran tidak selalu datang dari hamparan sawah yang dialiri irigasi, tetapi juga bisa tumbuh dari ketekunan menanam palawija di lahan miring dan kesabaran merawat pohon untuk masa depan. Sebagai penjaga hutan dan lumbung palawija, Wonosigro berdiri sebagai contoh inspiratif tentang bagaimana sebuah komunitas dapat hidup harmonis dengan alam perbukitan, mengubah tantangan menjadi peluang, dan menanam harapan untuk generasi yang akan datang.